Benarkah Suku Betawi Adalah Campuran dari Suku Sunda, Melayu dan Orang Cina
Oleh: Agam Pamungkas Lubah
Narasi-narasi seperti di atas terus dibangun dan berkelindan di ranah media sosial baik internet, face book, instagram, tiktok, maupun buku-buku dan media online dari masa ke masa. Seolah tlah menjadi harga mati jika suku Betawi demikian adanya dan tak ada ruang untuk membela diri mengenai asal-usul leluhurnya. Ironisnya, penulis-penulis maupun pengamat sejarah yang membangun stigma tersebut rata-rata bukan orang Betawi itu sendiri. Melainkan mereka yang berasal dari latar belakang suku yang berbeda. Dan ketika para sejarawan dan budayawan Betawi semisal Ali Murtado, Husni Tamrin, KH Noer Ali, Ridwan Saidih, SM Ardan, Benyamin Sueb, Saleh Ishak, Yahya Andi Saputra dan JJ Rijal, angkat bicara soal leluhurnya bukanlah terbentuk karena adanya asimilasi antar budaya seperti yang disangkakan..buru-buru orang membulynya. Menganggap bahwa semua cerita tutura dari tokoh-tokoh Betawi tersebut adalah rekaan semata alias halusinasi. Nah lo. Lantas cerita mana yang harus didengarkan para generasi muda Betawi? Apakah kekeuh mengikuti uraian-uraian sejarah yang didongengkan para sejarawan yg bukan dari latar belakang suku Betawi itu sendiri, atau mengikuti pendapat para tokoh2 sejarawan Betawi yg tidak kala dari sisi akademik dan ketokohannya?
Saya termaksud orang yang meragukan pendapat jika disebutkan Orang Betawi leluhurnya dari asimilasi suku Cina,Arab,Sunda dan Melayu. Jika yang dimaksudkan adalah ‘budaya dan morfologi bahasanya’ saya sependapat. Namun untuk asal usul leluhurnya, Oo..nanti dulu. Saya akan mencoba sedikit menengahi kebimbangan sejarah ini, meski bukan solusi utama memecahkan duduk perkaranya.
Jika dikatakan orang Betawi adalah campuran suku Cina, Arab, Melayu dan Sunda, kita akan mencoba menelusuri jejak langkah sejak kapan suku-suku di atas bermukim di Jakarta.
Pertama kita mulai dari Cina.
Menurut kitab sejarah Sunda yang berjudul Tina Layang Parahyang (Catatan dari Parahyangan), keberadaan komunitas Tionghoa di Tangerang dan Batavia sudah ada setidak-tidaknya sejak abad ke 15 (sekitar 1407 M). Kitab itu menceritakan tentang mendaratnya rombongan pertama dari dataran Tiongkok yang dipimpin Tjen Tjie Lung alias Halung di muara Sungai Cisadane, yang sekarang berubah nama menjadi Teluk Naga, kemudian menyebar ke Batavia.
Kedua orang Arab.
Merujuk pada ensiklopedia Islam dan catatan HJ de Graaf, orang-orang Arab baru bermukim di Batavia pada awal abad ke-19 (sekitar tahun 1820). Sebagaimana yg tertulis dalam Leinderidjen Partikelir pemerintah Belanda bahwa pada tahun tersebut telah bermukim 400 jiwa orang Arab.
Ketiga Orang Melayu.
Orang Melayu, dalam konteks sejarah Batavia yang lebih spesifik, merupakan bagian penting dari populasi Batavia pada abad ke-17 (sekitar tahun 1673) dan awal abad ke-18 dan termasuk dalam komposisi Suku Betawi yang terbentuk dari asimilasi berbagai etnis Nusantara yang datang dan menetap di Batavia. Meskipun asal-usul awal bangsa Melayu sudah ada jauh sebelum itu, namun secara historis, mereka mulai bermukim dan menjadi bagian dari masyarakat Batavia sejak periode tersebut, dan pada tahun 1673, tercatat ada 611 orang Melayu di dalam kota Batavia.
Siapa orang Melayu yang dimaksud?
Dalam konteks Batavia, “orang Melayu” merujuk pada kelompok etnis yang memiliki ciri khas budaya dan bahasa Melayu, serta seringkali beragama Islam. Mereka yang dianggap sebagai “orang Melayu” di Batavia pada masa itu adalah mereka yang:
- Menganut agama Islam .
- Menggunakan bahasa Melayu .
- Mematuhi adat istiadat Melayu .
Perlu dicatat bahwa istilah “Melayu” juga merujuk pada kelompok etnis Austronesia yang secara lebih luas mendiami wilayah Semenanjung Malaya, pesisir Sumatra, Kalimantan, dan sekitarnya. Namun, ketika berbicara tentang Batavia secara spesifik, konteksnya lebih kepada mereka yang secara historis menjadi bagian dari masyarakat kota tersebut dan kemudian berbaur ke dalam Suku Betawi itu sendiri.
Ke empat orang Sunda.
Pusat ibukota Kerajaan Pajajaran adalah Pakuan Pajajaran (atau disebut juga Pajajaran) yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Sedangkan Sunda Kelapa adalah pelabuhan utama Kerajaan Sunda yang terletak di muara Sungai Ciliwung (sekarang Jakarta).
Seperti kita ketahui suku Sunda sejak jaman kerajaan Tarumanegara hingga ke Pajajaran berpusat di pedalaman Bogor Jawa Barat. Mereka dikenal juga sebagai suku yang berada di hulu dan bukan pesisir. Adapun Sunda Kelapa merupakan bagian penting dari wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda yang ibukotanya berada di Pakuan Pajajaran, Bogor.
Pada mulanya Sunda Kelapa hanya merupakan pelabuhan dari kerajaan Pajajaran. Dinamakan Sunda Kelapa karena berlokasi di wilayah yang telah dihuni oleh orang2 yang menyebut diri mereka dengan sebutan ‘Orang Kalapas’. Masyarakat ‘no maden’ yang hidupnya berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau lainnya di Nusantara dan hidup sebagai petani dan nelayan. Saat itu Kalapas masuk dalam wilayah kerajaan Sunda yakni kerajaan Pajajaran. Seiring perkembangannya pelabuhan Sunda Kelapa menjadi ramai oleh kapal-kapal dari berbagai negara yang mekakukan pelayaran ke Nusantara dan singgah ke pelabuhan Sunda Kelapa. Maka Sunda Kelapa menjadi kawasan ramai dan kosmospolitan sehingga dirasa perlu untuk membentuk sebuan kerajaan vasal Pajajaran. Maka berdirilah kerajaan Sunda Kelapa dng raja pertamanya, Prabu Surawisesa yang merupakan putra dari raja Pajajaran saat itu Prabu Siliwangi.
Sampai di sini, yuk kita merenung tipis-tipis. Jika benar suku Betawi adalah asimilasi dari suku Cina,Arab,Melayu dan Sunda..bukankah selain suku Sunda, suku2 yg disebutkan di atas baru tinggal dan menetap di Jakarta pada abad ke-15 sampai ke-19? Sedangkan untuk suku Sunda sendiri baru menjadikan pusat kerajaan Sunda Kelapa di abad ke-16 (sekitar tahun 1521). Bahkan tak ada tinggalan jejak ciri morfologi bahasa Sunda yang dijadikan sebagai pengguna bahasa penghubung percakapan sehari-hari (morfem) di Jakarta hingga hari ini, kecuali mereka yang pindah ke pinggiran Jakarta akibat proyek besar-besaran ibukota Jakarta yang menggerus pemukiman mereka.
Lantas, siapa yang dimakud dengan ‘Orang Kalapas’ yang sudah ada terlebih dahulu sebelum adanya orang-orang Cina, Arab, Melayu dan Sunda mendiami pesisir utara Jakarta. Bahkan menurut sejarawan Betawi Alm.Ridwan Saidih, orang2 Kalapas ini juga terlibat sebagai tenaga pekerja pada saat penggalian Sungai Gomati (Kali Cakung/Bekasi) sepanjang sekitar 12 kilometer oleh Raja Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya sebagaimana yang tertulis dalam Prasasti Tugu. Bukankah mereka bisa disebut juga sebagai cikal bakal leluhur Orang Betawi itu sendiri? Lalu, dari mana asal mereka dan bagaimana mereka bisa sampai bermukim di pesisir utara Sunda Kalapa saat itu? Apakah ada hubungannya orang-orang Kalapa tempo dulu dengan orang-orang Baduy di Banten yang semula bermukim di pesisir utara Banten lalu kemudian termarginalkan ke hulu akibat dampak ekspansi Demak ke Banten?
Nantikan tulisan selanjutnya dalam episode, “Betawi Baduy Korban Hegemoni Wilayah Cosmopolitan.”…***
Wallahu a’lam bishawab
Semoga manfaat

Opini Anda