AGRESI MILITER BELANDA DI TANGERANG
(Pertempuran di wilayah Serpong)
Oleh: Agam Pamungkas Lubah
Sedikit sejarah yang mengisahkan tentang pertempuran di Serpong. Kalau toh ada, paling hanya berkisar antara Peristiwa Lengkong yg menggugurkan 33 Taruna dan 3 orang Perwira. Atau Pertempuran Serpong di bawah pimpinan H Ibrahim dkk yg dikenal dengan, Pahlawan Seribu. Tapi tak banyak yang tau jika Serpong juga dulu perna menjadi daerah militerisasi pasukan Belanda dan Republik saat menghadapi Agresi Militer Belanda I. Bagaimana kisahnya? Yuk kita kemoonβ¦
Dalam rangka menghadapi agresi militer Belanda Pertama, pasukan di wilayah Tangerang disatukan dalam pertahanan wilayah Banten dibawah Brigade 1 dari Divisi Siliwangi. Menjelang agresi ini telah tersiar berita bahwa Belanda akan menjalankan ofensif militemya ke daerah Banten. Tetapi yang terjadi kemudian adalah gerakan mereka ke arah Barat lebih ditujukan untuk memperluas lingkaran keamanannya, khususnya sekililing pusat tenaga listrik Kracak di sebelah Barat Bogor dan sekeliling kota Tangerang. Oleh pihak Republik daerah Banten (termasuk bagian Barat Kabupaten Bogor dan Tangerang, di mana Bupati berkedudukan di Jasinga dan Balaraja) dipertahankan oleh Brigade I”Tirtajasa” di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sukanda Bratamanggala. Brigade ini berkekuatan 4 batalyon TNI. Batalyon 1 menjadi Cadangan Brigade di Serang, di bawah pimpinan Kapten Supaat. Batalyon 2 di bawah pimpinan Jaelani menghadapi sektor Tangerang dengan pos komandonya di Cikupa dan staf di Balaraja. Batalion 3 dibawah pimpinan Kapten Syakhra menghadapi sektor Serpong yang bersumbu pada jalan kereta api Kebayoran-Rangkas bitung, dengan pos komandonya di Parung Panjang dan staf di Rangkas Bitung. Batalyon 4 di bawah pimpinan Kapten Soleh Iskandar menghadapi sektor Leuwiliang, di belakang Batalyon 10 dari Brigade 2 yang dipimpin oleh Kapten Dasuki.
Belanda memulai agresi di wilayah Banten pada tanggl 20 Juli 1947, tengah hari lapangan terbang Gorda (Serang) diserang oleh pesawat musuh. Dalam serangan ini mereka menjatuhkan 9 bom dan menembak dengan senapan mesin. Dua hari kemudian pasukan Belanda mulai bergerak dari Tangerang menuju Cimone dan Jati (sebelah Utara Tangerang). Iringan pasukan mereka terdiri atas 21 truk dan 3 buah tank. Mereka berhenti setelah melintasi garis demarkasi sejauh 50 meter. Pasukan itu lalu turun dari truk dan ternyata jumlahnya kurang lebih 200 orang. Dari kampung Gebang musuh menembak dengan howitser dan mortir kira-kira seratus delapan puluh kali, ditujukan ke Jati dan Uwung. Dari pukul 08.30 hingga pukul 11.00 musuh bergerak menuju Kali Sabit. Pasukan Republik yang ada di Uwung mulai menggempur musuh yang ada di jalan besar, sehingga mereka mundur kembali kepangkalannya. Pada tanggal 22 Juli 1947 mulai pukul 09.00 pagi terjadilah pertempuran di daerah Serpong. Tentara Belanda di sini kurang lebih berkekuatan 50 orang. Di Cisauk mereka meledakkan granat kira-kira sepuluh kali untuk memutuskan akses jalan menuju Tangerang. Kegiatan musuh di sektor Tangerang seterusnya terbatas pada patroli dan tembakan arteleri.
Serangan-serangan Belanda itu mengakibatkan bangkitnya semangat perang di kalangan rakyat, ini dibuktikan dengan bergabungnya kekuatan rakyat dengan senjata tajam membanjiri sektor-sektor pertahanan pasukan republik di baris ke dua. Semangat yang menyala-nyala itu mengakibatkan rakyat melakukan taktik bumi hangus total. Sebagai contoh disektor Serpong mereka membakar sendiri pondok-pondoknya dan merusak segala tanamannya. Sehingga tidak ada lagi bangunan utuh yang dapat dipergunakan pasukan musuh.
Komandan Brigade kemudian memerintahkan semua Batalyon yang ada digaris depan untuk melancarkan suatu “serangan umum” bersama rakyat untuk mendesak musuh dan untuk menyalurkan semangat rakyat. Dengan serentak dilakukan penyerbuan terhadap Tangerang, Serpong, dan Leuwiliang. Musuh menyambut dengan tembakan, senapan mesin, mortir.arteleri dan menahan pasukan Republik yang hendak menyerbu ke posisi musuh. Tetapi kota Serpong dapat ditembus oleh pasukan Republik, walaupun terpaksa dilepaskan kembali karena gencarnya serangan balasan pasukan Belanda. Ketika gencatan senjata diumumkan, Van Mook menetapkan suatu garis demarkasi di front Banten sedemikian rupa sehingga daerah kekuasaan Belanda bertambah sejauh sepuluh sampai limabelas kilometer dari sebelumnya. Kemudian diikuti dengan penempatan detasemen-detasemen terdepannya di Cikupa, Curug dan Kalong.
Agresi Belanda yang dilakukan di wilayah sekitar Tangerang terjadi lagi pada tanggal 19 September 1947. Dimulai pada dini hari satu Batalyon tentara Belanda dengan enam buah Carerier menyerang daerah melayu dan Sangiang dari pangkalan mereka di kota Tangerang. Pertempuran berkobar sampai pukul satu siang hari. Sepatan dan Sangiang mereka duduki bahkan berhasil menduduki Jatigintung. Di sini mereka mengibarkan bendera merah. Pemuda dan Rakyat yang turut berjuang dibunuh dengan ganas sekali. Ada diantaranya yang digilas dengan tank. Ketika mereka meninggalkan Jatigintung sejumlah ternak telah mereka angkut. Hari berikutnya mereka kembali menyerbu Jatigintung. Setelah melalui pertempuran sengit mereka berhasil mendudukinya. Dari sini mereka melanjutkan ofensifnya dan menyerang Mauk. Tanggal 22 September 1947 Mauk dan Tegalkunir berhasil direbut kembali oleh pasukan Republik. Satu minggu berikutnya tentara Belanda yang mengadakan serangan di Barat Daya Tangerang, setelah dihujani mortir oleh pasukan republik mundur dengan kacau.
Pertempuran menghebat terjadi lagi pada bulan Oktober 1947 di sekitar Tangerang. Dengan kekuatan 13 Truk dan 4 tank, pada tanggal 2 Oktober 1947 tentara Belanda menyerbu dan menduduki Curug. Di sini mereka mendirikan Mahkamah Militer dan menangkap serta menghukum rakyat yang mereka sangka turut dalam kegiatan pertahanan pasukan republik. Tanggal 3 Oktober 1947 Bitung diserbu, tiga hari kemudian mereka berhasil menduduki Cisauk dan Suradita. Pada tanggal 11 Oktober 1947 beberapa tempat di Selatan Tangerang berhasil diduduki Belanda setelah melalui pertempuran selama beberapa hari. Pada hari yang sama mereka menyerang Parung Panjang dan mendudukinya. Dalam serangan ini Belanda mengerahkan 1.000 prajurit dibantu dengan tembakan-tembakan dari udara. Di kampung Serangan dan Pabuaran Belanda membakar banyak rumah penduduk. Pada tanggal 24 Oktober, tentara Belanda terus melanjutkan gerakannya meluas ke Jakarta,
Ciangir dan Cibunar. Sampai akhir bulan Oktober Belanda terus melakukan penggempuran. Tanggal 27 November Cikupa di serang dengan senjata berat. Serangan ini disambut pasukan Republik sehingga Belanda mundur ke pangkalan dengan meninggalkan banyak korban. Wilayah Parung Panjang juga ditembaki dengan senjata berat mengakibatkan dua orang penduduk tewas. Keesokan harinya dengan kekuatan 200 tentara. Belanda menyerbu Parung Panjang. Terjadilah pertempuran di sekitar Kelolot, dipihak Belanda banyak jatuh korban, di antaranya seorang opsir. Sampai bulan Desember di daerah Bitung (Timur Cikupa) hampir setiap hari terjadi tembak menembak. Sambil mengundurkan diri, Belanda membakar rumah-rumah penduduk.
Dalam menghadapi agresi militer Belanda ini ada suatu kejadian yang menggambarkan betapa marahnya rakyat kepada tindakan tentara Belanda. Pada suatu kesempatan seorang tentara Belanda berhasil ditawan oleh rakyat dibawa ke pasar di wilayah Kelapa Dua. Di sini tentara tersebut telah dihukum ceker (dibunuh mulai dari kaki). Sampai sekarang di tempat ini terkenal dengan sebutan Pasar cekerβ¦***
Sumber: AH.Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 5. (Bandung, Angkasa, 1978,Hal.143 dst..
Sumber poto: ANRI. Pasukan Divisi I Siliwangi
Wallahu a’lam bishawab
Semoga manfaat
Opini Anda