Perjalanan Panjang PLTA Poso, Kini EBT yang Terbesar di Indonesia Timur
𝐎𝐥𝐞𝐡 : 𝐒𝐢𝐦𝐬𝐨𝐧 𝐓𝐨𝐰𝐞𝐧𝐠𝐤𝐞
Seperti apa toleransi ketika sebuah investasi besar masuk, apakah memberi dampak positif bagi ekonomi, sosial, lingkungan, tenaga kerja, lapangan kerja dan mendukung pembangunan daerah atau sebaliknya?. Pertanyaan ini muncul ketika perusahaan besar, pada tahun 2004 mulai merintis pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Disaat yang sama, ketika masyarakat Kabupaten Poso mulai menata kembali puing-puing kehidupan akibat kondisi pasca konflik sosial.
Kehadiran perusahaan yang berinvestasi di pembangkitan listrik perlahan-lahan mendapat penolakan dari masyarakat, mereka beranggapan akan terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat terjadinya eksploitasi Sungai Poso.
𝐌𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐢𝐬 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐏𝐋𝐓𝐀
Pendudukan lokasi Air Terjun Sulewana oleh perusahaan raksasa, melenyapkan salah satu destinasi wisata alam andalan Sulawesi Tengah (Sulteng) khususnya Kabupaten Poso. Tahun 2005-2007 keberadaan dan aktivitas perusahaan ini mulai ramai dibicarakan, masyarakat sekitar lebih mengenalnya PT Bukaka Teknik Utama, perusahaan raksasa milik Kalla Group yang mengolah pembangunan fisik Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas ratusan MW.
Hilangnya Air Terjun Sulewana mendapat respon suara protes datangnya dari para Tokoh Adat, Budayawan, Pemerhati Lingkungan, LSM dan Masyarakat. Protes ini terus berlanjut, hingga melebar soal pembebasan lahan, penyerapan dan pengangkatan tenaga kerja.
Suara protes dari warga, baik bersifat individual, kelompok dan kepentingan, mereka mengecam kebijakan pihak perusahaan tidak memberikan jaminan hidup masa depan. Namun gejolak kecil ini tertutup ketika mendirikan bangunan tower jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dari Tentena ke wilayah Sulawesi Selatan.
𝐀𝐤𝐭𝐢𝐯𝐢tas 𝐏𝐞𝐫𝐮𝐬𝐚𝐡𝐚𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐫𝐝𝐚𝐦𝐩𝐚𝐤 𝐊𝐞𝐫𝐮𝐬𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐋𝐢𝐧𝐠𝐤𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧
Mengenang kembali ke tahun 2011 lalu, setelah Bukaka, nama PT. Poso Energy (PE) mulai akrab didengar, berbarengan dengan itu hembusan isu soal kerusakan lingkungan, seperti studi kasus yang terjadi di Desa Peura, desa yang berjarak 12 kilometer dari Kota Tentena, saat itu sempat menyita perhatian masyarakat, akibat dampak pembangunan tower SUTET PLTA Poso, warga desa mulai lakukan perlawanan, menolak pembangunan tower berada di areal pemukiman warga padahal lokasi pembangunan tower ada ganti rugi dari pihak perusahaan.
Namun warga tetap berkeras menolak pembangunan tower yang diyakini kelak akan membahayakan. Tak sampai disitu, warga meminta pihak perusahaan memperlihatkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan prasyarat kelestarian lingkungan.
Penolakan terhadap aktivitas Poso Energy secara masif terus digulirkan, terlihat aksi besar-besaran pada 2018-2019 ketika pihak perusahaan merencana membangun baru Jembatan Pamona (Yondo Pamona) dibarengi sosialisasi memperlihatkan design Yondo Pamona dan Pembangunan Taman Konservasi.
Namun niat baik dari pihak perusahaan tidak semudah membalik telapak tangan, penguatan penolakan terus di suarakan lewat Aliansi, LSM dan masyarakat yang pro untuk menggagalkan rencana penataan Sungai Poso. Penolakan itu berdasar, karena akan dilakukan normalisasi sungai lewat pengerukan dan reklamasi.
Aliansi juga mengeluarkan Petisi yang ditandatangani 600 orang ditujukan kepada Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Bupati Poso. Petisi yang berjudul Bantu Poso Jaga Kebudayaan dan Ekosistem Danau Poso dari Pengerukan/Reklamasi oleh PT Poso Energy.
Aksi penolakan terus berlanjut, adanya pro dan kontra terkait penataan Sungai Poso yang bermuara pelestarian lingkungan, pelestarian ekosistem dan habitat danau. Bagi perusahaan bukan hal yang mudah untuk meyakinkan orang, efektifnya suatu pembangunan yang positif pasti ada yang dikorbankan. Lewat tangan pemerintah, Tokoh agama, Masyarakat, Adat, Pemuda dan Media, sosialisasi program pelestarian lingkungan terus dikampanyekan secara kontinyu agar benar-benar bisa dipahami, namun usaha ini sia-sia desakan penolakan terus disuarakan soal kerusakan lingkungan dan ekosistem danau.
𝐏𝐓 𝐏𝐨𝐬𝐨 𝐄𝐧𝐞𝐫𝐠𝐲 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐑𝐚𝐭𝐮𝐬𝐚𝐧 𝐇𝐞𝐤𝐭𝐚𝐫𝐞 𝐋𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐊𝐫𝐢𝐭𝐢𝐬 𝐝𝐚𝐧 𝐄𝐤𝐨𝐬𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦 𝐃𝐚𝐧𝐚𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐋𝐚𝐮𝐭
Menjawab semua persoalan yang membebani opini masyarakat soal kerusakan lingkungan, perusahaan harus menjadi tumbal dari maraknya praktek ilegal logging, namun lewat Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT Poso Energy memberikan perlindungan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Danau Poso, sebagai tanggung jawab sosial, mulai bergerak rehabilitasi dengan penyelamatkan 131,4 Hektar lahan kritis di sepanjang DAS Meko, Kecamatan Pamona Barat. Ada 20 ribu pohon jenis durian yang disediakan oleh pihak PT. Poso Energy untuk rehabilitasi hutan dan lahan lingkungan khususnya sungai penyangga yang menyuplai air ke danau.
Hal ini mengingat laju erosi Sub DAS Meko adalah 13.4 Ton/Ha per Tahun, sehingga membutuhkan penanganan serius dan terstruktur, DAS saat ini sudah masuk kategori zona merah. Sehingga rehabilitasi hutan dan lahan dari pihak perusahaan juga mendapat dukungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Poso melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pertanian, Pencinta Alam Peduli Lingkungan, Tokoh Masyarakat.
Pihak PT. Poso Energy Mohammad Basri Jalil mengatakan bahwa aksi penanaman puluhan ribu pohon jenis durian dengan tujuan merehabilitasi atau mengembalikan fungsi daerah aliran sungai bisa kembali seperti semula. Karena menurutnya, aksi konservasi penanaman pohon ini merupakan giat kedua kali, karna sebelumnya sudah pernah dilaksanakan pada Tahun 2015 hanya lokasinya yang berbeda.
Selain perdayakan UMKM binaan CSR PT Poso Energy, perusahaan juga menunjukkan langkah kongkrit untuk sebuah program pelestarian lingkungan berkelanjutan, dengan menggandeng Kelompok Tani, Pemerintah Desa, Jemaat Gereja, Pencinta Lingkungan dan Komunitas untuk peningkatan penghijauan sepanjang pesisir danau.
Sementara di daratan, PT Poso Energy melibatkan BRIN, para ahli untuk menjaga keseimbangan pelestarian ekosistem air tawar dan laut, ini beberapa kegiatan yang sudah lakukan antara lain restocking 2 Sogili jenis Anguilla Marmorata dilepas secara liar di muara sungai, praktek ini penting diketahui, dimana indukan Sidat di dilepas di sungai Poso dari Desa Sulewana bisa kembali bermigrasi ke laut untuk bereproduksi. Ini sudah diuji coba oleh Dr. Ir. Fadly Y. Tantu, M.Si merupakan Tim Ahli dari Universitas Tadulako, Fakultas Peternakan dan Perikanan. Pelepasan Indukan Sidat di Sungai Poso Desa Sulewana melalui CSR Restocking Sidat. Fadly mengatakan, pelepasan ini bertujuan agar ikan-ikan kembali alam dan bisa bermigrasi ke laut untuk berproduksi.
Hal yang sama tahun 2020, ada 25 ekor induk sidat dengan berat keseluruhan 120 kilogram dan panjang rata rata 1 meter lebih berdiameter 12 sampai 15 cm atau lingkar badan 30 sampai 35
Sogili jenis Anguilla Marmorata dilepas secara liar di muara Sungai Poso. Sedangkan pengembangan budi daya Ikan Sidat juga dilakukan, langkah antisipasi ini untuk menghindari kepunahan jenis Sidat Anguilla Marmorata yang ada di Poso agar tetap lestari. Dr. Samliok Ndobe selaku Konsultan Pengembangan Budi Daya Ikan Sidat mengatakan, perlunya upaya konservasinya, secara biologis ikan ini kalau sudah dewasa, akan menuju ke laut untuk bertelur atau memijah.
Untuk pelestarian ekosistem laut, Kandepe Topelinja community dan Apnea Poso Community mendapat dukungan dari CSR PT Poso Energy melakukan Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Madale Poso pada Juni 2022 lalu, mengingat terumbu karang merupakan bagian ekosistem laut yang menjadi tempat hidup ikan.
𝐏𝐨𝐬𝐨 𝐑𝐢𝐯𝐞𝐫 𝐈𝐦𝐩𝐫𝐨𝐯𝐞𝐦𝐞𝐧𝐭 𝐈𝐤𝐨𝐧 𝐋𝐞𝐬𝐭𝐚𝐫𝐢 𝐋𝐢𝐧𝐠𝐤𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐇𝐢𝐝𝐮𝐩
Ditengah arus desakan penolakan dilakukan berjilid-jilid adanya kerusakan lingkungan dampak dari aktivitas PT Poso Energy yang dilakukan di muara Sungai Poso, lewat pengambil keputusan Bupati Poso Darmin Sigilipu waktu itu, tepatnya 9 September 2019 menandatangani sebuah prasasti Poso River Improvement (Penataan Sungai Poso). Ada 3 point sentral terdapat dalam Penataan Sungai Poso yaitu Pembongkaran Jembatan Pamona (Yondo Pamona diklaim sebagai warisan budaya), Pengerukan dan Reklamasi. Sebelumnya, dilakukan pertemuan yang digagas pemerintah daerah dilakukan pertemuan melibatkan Tokoh Adat dan Budaya dan masyarakat, namun belum membuahkan hasil.
Unruk memberi penguatan, PT Poso Energy, saat itu tengah menyelesaikan kompensasi atau ganti rugi ratusan petak karamba, pagar Sogili milik, areal persawahan yang terendam, ratusan hewan ternak mati dan masih banyak lagi persoalan perdata harus berakhir di pengadilan.
Berbekal SK Kementerian ESDM Pembangunan PLTA ditetapkan sebagai Objek Vital Nasiona (Obvitnas), untuk memuluskan rencana merevitalisasi Sungai Poso, pada 19 November 2019 diawali pembongkaran Jembatan Pamona, jembatan generasi ke empat ini dibangun tahun 1984 dibiayai APBD Provinsi Sulawesi Tengah.
Namun suasana ini terbalik, seakan memberi reaksi tanda setuju, ketika Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura dan Bupati Poso Verna Inkiriwang pada 19 Agustus 2023 lalu, meresmikan Jembatan Pamona dan Taman Rekreasi, keberadaan taman sebagai pendukung estetika jembatan generasi ke lima. Bahkan saat ini, pihak perusahaan tengah memacu menyelesaikan Taman Air berada di Kompo Dongi hasil dari direklamasi sebuah areal rekreasi dilengkapi sarana olahraga yang didanai ratusan miliar bersumber dari CSR PT Poso Energy.
Jembatan Pamona sebagai jaminan air danau yang bermuara di sungai, komitmen PT Poso Energy akan menjaga keseimbangan lingkungan untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas air, dengan mendorong masyarakat sekitar terutama Daerah Tangkapan Air (DTA) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan lestarinya fungsi sumber air, sekaligus mendukung Energi Baru Terbarukan (EBT) .
Akhir dari perjalanan panjang yang penuh tantangan, kini PLTA Poso yang ramah lingkungan, tak berlimbah sudah dinikmati puluhan juta penduduk yang mendiami sebagian pulau Sulawesi. Pembangkit listrik bertenaga air ini memiliki daya bervariatif, PLTA Poso I berkapasitas 30×4 MW menghasilkan energi 120 MW, kemudian PLTA Poso IIA 65×3 MW menghasilkan 195 MW, dan pembangkit PLTA Poso IIB 50×4 MW menghasilkan energi 200 MW terinterkoneksi ke Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Opini Anda