POSOline – “Peran dan Strategi Aktivis Mahasiswa Poso Dalam Mencegah Masuknya Paham Radikalisme Terorisme di Kampus”, kalimat tersebut merupakan tema yang diangkat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terosme (BNPT) Sulawesi Tengah, dalam seminar bersama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sintuwu Maroso (UNSIMAR) Poso, 27 Juni 2019.
Turut hadir rektor Unsimar Poso, Suwardi Pantih, Kepala Kantor Kementerian Pertahanan Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, Kolonel Inf Ikram Paputungan, Ketua BEM Unsimar Poso Riyan Kurniawan, para dosen Unsimar Poso serta sedikitnya 60 orang tamu undangan dan para perwakilan kampus .
Sementara dalam materi yang disampaikan oleh dosen Magister S2 Fakultas FKIP, Dr. Asep Mahfudz, M.Si menjelaskan, jika masalah radikalisme dan terorisme saat ini menjadi perhatian banyak pihak di dunia termasuk Indonesia.
Menurut Asep, terorisme berawal dari pemikiran-pemikiran yang fundamental terhadap pemaknaan, penafsiran dari konsep agama atau hukum yang ditetapkan oleh agama. Dampak dari pemikiran yang fundamental melahirkan tindakan yang radikal dengan asumsi untuk menegakan ajaran dan aturan dari hukum yang dianggap benar tersebut.
“Paham radikal ini menjadi salah apabila dipaksakan kepada orang lain untuk mengikuti pemahaman tersebut, apalagi menggunakan cara-cara yang merugikan orang lain baik secara fisik maupun psikis,” katanya menjelaskan dihadapan peserta seminar.
Kata Asep kelompok yang rentan terhadap pengaruh radikalisme adalah kelompok preman, kelompok penganut ajaran agama tertentu yang sangat fanatik dan kelompok pelajar atau mahasiswa yang berlatar belakang pertumbuhan ekonomi.
Selain itu secara sederhana radikalisme merupakan suatu pemikiran atau sikap yang ditandai oleh beberapa hal yaitu sikap tidak toleransi dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain, sikap fanatik merasa paling benar sendiri dan menganggap orang lain salah
Sikap lainnya yakni ekslusif yaitu membedakan diri dari kebiasaan kebanyakan orang serta sikap revolusioner sikap yang cenderung ingin menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Kepala Kantor Kementerian Pertahanan Wilayah Sulawesi Tengah, Kolonel Inf Ikram Paputungan mengatakan, ancaman bangsa Indonesia saat ini dapat disusupi dari mana saja baik dari budaya, agama, teknologi dan lainnya.
Oleh karena itu pertahanan Indonesia perlu ditingkatkan. Fenomena foreign terrorist fighter (FTF) dan jembatan ISIS/Al-Qaidah sebagai traveler yang sangat sulit terdeteksi.
“Jangan terjebak dalam perangkap konflik, tren konflik di masa depan cenderung nonlinier dan masyarakat sipil menjadi target melalui konflik antar etnis, agama dan kelompok politik,” katanya dengan tegas.*
Opini Anda