𝐌𝐀𝐊𝐀𝐒𝐒𝐀𝐑 – Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Morowali di Kolonodale, Andreas Atmaji, SH mengingatkan kepada para kepala desa, perangkat desa di Kabupaten Morowali Utara (Morut) agar tidak main-main dalam mengelola aset desa.
“Bicara aset desa sama dengan bicara keuangan negara. Jangan main-main. Sudah banyak kades atau mantan kades yang masuk penjara gara-gara menggelapkan aset desa,” tegasnya.
Hal itu disampaikan Kacabjari Kolonodale saat tampil sebagai pemateri pada training Pendataan Aset Desa Berbasis Aplikasi Sistem Pengelolaan Aset Desa (Sipades) online di Swissbell Hotel Makassar, Sabtu (16/9/2023).
Pelatihan tersebut diikuti 210 peserta yakni para kepala desa, sekretaris desa, Kaur/Kasie dan operator Sipades se Kabupaten Morowali Utara.
Penyampaian materi dari Kacabjari Kolonodale tersebut dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Morut Drs. Andi Parenrengi dan Kabid Penataan Kerjasama dan Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan Desa Charles N Toha, S.Sos, M.Si.
Kacabjari menguraikan, berdasarkan berbagai temuan di Indonesia selama ini, berbagai modus dilakukan oknum kepala desa atau mantan kepala desa untuk memiliki aset desa menjadi milik pribadi.
Ada kades membeli kendaraan sebagai aset desa tapi menggunakan KTP-nya atau KTP keluarganya, ada pula yang menggelapkan tanah desa dengan menghilangkan sertifikat lalu mengklaim sebagai milik pribadinya.
Contoh lainnya, ada kades memainkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau dana tanggung jawab sosial perusahaan dengan cara dimasukkan di rekening pribadi atau tidak sesuai dengan peruntukkannya.
“Banyak contoh permainan seperti itu. Jangan sampai hal-hal seperti itu terulang lagi. Anda akan berhadapan dengan hukum,” ujarnya.
Pada kesempatan intu, Kacabjari secara terbuka mengungkapkan apa yang dilakukan mantan kades Towara, Kecamatan Petasia Timur. Dia harus masuk bui terkait penggunaan dana desa termasuk di dalamnya pembelian aset desa yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Demi keamanan aset desa, ia minta kepada seluruh kades dan perangkatnya untuk menempelkan label sementara dan label permanen. Semua aset harus diberi label.
“Laporan barang inventaris desa juga harus tertata dengan baik. Jangan nanti didatangi auditor atau APIP (aparat pengawasan internal pemerintah) baru kalangkabut,” ujarnya.
Di akhir paparannya, Kacabjari Andreas Atmaji mengungkapkan beberapa persoalan dalam pengelolaan aset desa seperti kecurangan (fraud) berupa korupsi, penyalahgunaan aset dan salah saji laporan keuangan.
Selain itu, pengelolaan aset desa belum dilaksanakan secara maksimal, karena kegiatan penatausahaan aset desa berupa pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan belum berjalan dengan baik..
Berikutnya, kecurangan dalam pengelolaan aset desa antara lain terjadi pada pengadaan barang, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, pemindahtanganan.
Permasalahan lainnya adalah pembinaan dan pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah melalui camat dan lembaga pengawasan keuangan kurang berjalan efektif, rendahnya partisipasi masyarakat, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, serta rendahnya sumberdaya kualitas aparatur pemerintah desa dalam mengelola aset.
Terkait berkembangnya Morut sebagai daerah industri, bisa saja dana pemerintah yang dikucurkan di desa akan semakin besar.
“Kalau ini tidak dikelola dengan baik, pasti akan menimbulkan masalah, apalagi saat ini kita memasuki tahun politik. Banyak kepentingan yang akan berseliweran di desa,” katanya mengingatkan.
Materi yang dipaparkan Kacabjari Kolonodale tersebut sangat menarik peserta pelatihan. Sejumlah peserta mengajukan pertanyaan menyangkut pengelolaan aset di desanya termasuk pengelolaan dana Bundes, CSR, sewa-menyewa tanah desa dan berbagai masalah lainnya. 𝐌𝐂𝐃𝐃
Opini Anda