Surat Terbuka… Yth:
Komisioner KPU Kabupaten Poso
Di
Tempat
Assalamu’alaikum wr wb
Salam sejahtera untuk kita semua
Perkenankan saya membuka tulisan dengan sebuah cakrawala pemahaman dan persepsi imaginer muda saya (muda?)…Ya sebut saja begitu!…..Ini tak ada hubungannya dng politik praktis atau sejenisnya. Ini hanya mengenai usulan saya saja tentang penting adanya Konten Seni dan Budaya dalam Debat Kandidat Cabup Kabupaten Poso 2020 mendatang.
Maaf agak panjang sedikit tulisan ini, tapi saya harap bapak dan ibu sedikit sabar dalam membacanya agar bisa kita pahami bersama kalau tulisan saya ini sbg ide kreatif dan inofatif yg bisa dijadikan sebagai kontribusi pikiran untuk membangun daerahnya sendiri, khususnya Kabupaten Poso yang kita cintai.
Mengapa demikian?.. Sebentar lagi pesta demokrasi penjaringan Pilkada serempak akan berlangsung. Banyak kandidat akan mengusung visi misinya dng gagasan2 brilian. Tak ketinggalan pula untuk mendukung ide-ide cemerlang mereka, terkadang bumbu-bumbu seni dan budaya diracik dan diadon menjadi suatu suguhan yg menarik minat masyarakat untuk memilihnya.
Semisal tetiba sang Balon mendadak menjadi manusia paling Berbudaya dan mencintai Seni. Pelaku- pelaku budaya direkrut dijadikan tim sukses, tak ketinggalan artis -artis seniman dijadikan sebagai “media hiburan” untuk meramaikan panggung kampenya sang Balon. Singkat kata, para kandidat mendadak seleb. Meski pada akhirnya ketika hajatnya terkabul para pelaku budaya dan seniman kembali pada rutinitas sehari-harinya yakni: Mtradisional, Seperti daun lemon yg dijadikan bumbu penyedap. Dan ketika makanan telah siap saji, daun lemonnya disingkirkan jauh2…ahay dah.
Tod Jones, mengatakan, Kebudayaan itu erat melekat dengan selera Penguasa dan Kekuasaan. Dan itu terus berlangsung dan tereksploitasi sejak jaman kolonial belanda hingga hari ini dan menggerus sendi-sendi peradaban negeri ini.
Sebagaimana yang saya maksudkan diatas, sangat jelas bisa kita lihat bagaimana sebuah kekuasaan dapat membentuk sebuah budaya, begitupun sebaliknya, budaya yang telah dibentuk tersebut dapat menopang dan melanggengkan sebuah kekuasaan dalam sebuah komunitas maupun masyarakat kita.
Sebagaimana yang dilakukan oleh para raja-raja terdahulu terhadap rakyatnya demi mendapatkan sebuah dukungan, maka dibuatlah sebuah design cerita, yang tentunya tujuan dari hal tersebut tak lain sebagai sebuah alat untuk melegitimasi kekuasaan yang dipegangnya dan terus berlanjut kepada para keturunannya.
Bukan hal yang mengherankan hal semacam itu terjadi, karena ada anggapan dari segelintir orang yang memegang kekuasaan bahwa kelanggengan sebuah kekuasaan tanpa ditopang oleh legitimasi sebuah budaya, maka kekuasaan tersebut akan mudah untuk diruntuhkan.
Muncul pertanyaan mendasar dalam hal ini, perlukah hal itu terjadi di Poso?..Apakah kekuasaan dapat mempengaruhi kebudaayan sebuah wilayah, ataukah sebaliknya?..Kebudayaan dan kekuasaan selalu mempunyai hubungan yang khas. Kebudayaan yang lahir dari rahim masyarakat selalu mempunyai peluang untuk digunakan sebagai alat legitimasi oleh pemegang kekuasaan.
Rezim penguasa selalu menjadikan kebudayaan sebagai objek yang harus dikendalikan dan selanjutnya digunakan sebagai alat untuk membentuk wacana dan kemudian melanggengkan kekuasaannya.
Membuka selubung relasi antara kebudayaan dan kekuasaan merupakan cara untuk melihat bagaimana kekuasaan memainkan kekuatannya untuk mengendalikan rakyatnya melalui kebudayaan. Tangan-tangan kekuasaan yang mengendalikan kebudayaan dapat terlihat melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim penguasa pada setiap masanya.
Tak usah disangsikan lagi, hal-hal semacam ini jelas sebuah alasan yang tepat untuk ‘politic culture’. Sebab dalam kajian sosial-cultur dan politik, semua hal tersebut memiliki peranan penting dalam sebuah kekuasaan.
Dimana pembentukan suatu tatanan sosial tetap membutuhkan perilaku politik yang selaras dan tentunya juga dengan ditunjang oleh budaya yang pas dan mengakar. Bahkan yang terparah, posisi seseorang dalam kebudayaan akan ditentukan oleh cultural literacy-nya, yaitu pengetahuan akan sistem-sistem makna dan kemampuannya untuk menegosiasikan sistem-sistem itu dalam berbagai konteks budaya.
Pandangan seperti ini jelas sangat dipengaruhi oleh pemikiran sosiolog Perancis, Pierre Bourdieu. Ia mengatakan bahwa ‘tindakan’ (practice) atau apa yang secara aktual dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari aturan-aturan dan konvensi kebudayaan. Bahkan lebih jauh Tod Jones, menggambarkan relasi kekuasaan dan kebudayaan di Indonesia dari sebuah disertasinya bahwa kebudayaan selalu menampilkan sisi-sisi menarik yang memancing rezim kekuasaan untuk mengendalikannya.
Dengan melihat relasi antara kekuasaan dan kebudayaan pada suatu masyarakat sebenarnya kita sedang dipertontonkan sebuah kesadaran penguasa dalam memahami kekuasaan yang ada. Mereka seolah sadar bahwa kekuasaan, seperti yang dijelaskan oleh Michel Foucault, tidak berpusat pada satu titik, namun menyebar dimana-mana.
Oleh karena itu, kebudayaan yang mengandung potensi kekuasaan harus dapat dikendalikan, dengan harapan kekuasaan yang terkandung di dalam kebudayaan tidak mengganggu atau bahkan menentang kekuasaan mereka. Mengendalikan kebudayaan pada akhirnya dapat dilihat sebagai jalan untuk melanggengkan kekuasaan sang rezim.
Diluar dari intrik yang dimainkannya, setiap penguasa pasti memiliki kepentingan yang tentunya ingin memperpanjang masa kekuasaaanya, atau minimal dijadikan sebagai sebuah simbol dalam kekuasaan setelahnya. Hal-hal semacam ini jelas akan mempengaruhi sebuah bangsa dan negara secara menyeluruh. Bahkan dampak yang terparah dari hal tersebut yang akan timbul kemudian terhadap anak cucu kita adalah suatu hal yang tak bisa dibayangkan yakni ketidaktahuan tentang sejarah budaya asli wilayahnya atau bahkan disintegrasi bangsa dimasa yang akan datang yang disebabkan tidak adanya pemahaman mendalam tentang budaya.
Untuk itulah dalam kesempatan ini, saya mengusulkan kepada Bapak Komisioner KPU Kabupaten Poso yang saya hormati. Agar sekiranya perlu memasukan konten “Seni dan Budaya” dalam Debat Kandidat Calon Bupati Kabupaten Poso mendatang. Agar para kandidat juga memahami secara general tentang subtansi budaya daerahnya dan bukan sekadar slogan semata dan mainan alat politik saat berkampanye.
Dan yang paling terpenting masyarakat umum juga perlu mengetahui sejauh mana kepedulian sang calon Bupatinya dalam memajukan seni dan budaya di daerahnya.
Tolak ukurnya sangat jelas yakni UU No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Undang-undang yg baru lahir seumur jagung ini perlu mendapatkan sosialisasi setelah sekian lama kita hanya menggantunkkan nasip pada Konsitusi Kebudayaan pasal 32 UUD 1945.
Semua itu tak lain adalah untuk pelestarian kekayaan budaya di bumi Sintuwu Maroso yang begitu banyak tersebar di setiap Kecamatannya, baik itu di bidang pendidikan, kebudayaan, pariwisata, sosial maupun ekonomi
Di samping untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga untuk kesejahteraan dan perlindungan hak2 cipta seniman2 dan budayawan yg berdomisili KTP di Poso yg jumlahnya sangat banyak jika dilakukan pendataan secara komprehensif.
Membina dan memfasilitasi paguyuban dan sanggar-sanggar, kususnya Pamona, Bada, Napu, Mori dan lain sebagainya. Agar kita juga bisa mengetahui dng jelas “Dero” dan “Kayori” apakah merupakan produck lokal Poso ataukah bukan?..Dan Perda juga wajib menetapkan kesenian suku-suku yg menjadi akar pangkal kebudayaan di Poso dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah agar masyarakat berhak memperoleh kesempatan untuk melestarikan kebudayaannya.
Pemerintah baik itu eksekutif maupun legislatif juga wajib menata peninggalan kebudayaan di bumi Sintuwu Maroso baik itu yg bersifat manuscrip, tradisi lisan, adat istiadat, teknologi tradisional, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, ritus, permainan rakyat dan olah raga tradisional agar politik kekuasaan dan kebudayan berimbang penyampaiannya ke masyarakat sampai ke anak cucu kita.
Demikian Surat Terbuka ini saya sampaikan kepada Bapak dan Ibu Komisioner KPUD Kabupaten Poso, untuk menjadi pertimbangan dalam mengambil kebijakan.
Semoga manfaat.
Wallahu’alam!
Wassalam..
Penulis : Agam Pamungkas Lubah
* Pemerhati Budaya tinggal di Tangerang Selatan, Banten, Jakarta..
* Pencipta Lambang Daerah Kota Tangerang Selatan
* Ketua Umum Dewan Kesenian Tangerang Selatan.
* Ketua Umum Pengcab PERPANI Tangerang Selatan…
* Dengan Moto: Cerdas Modern Religius (Cimore)Bersimbolkan huru
Opini Anda