POSO– Tim Ekspedisi Poso yang terdiri dari para ahli Geologi, Arkeologi, Antropologi, Biologi dan Ekonomi, ahli kebencanaan serta Pariwisata Berkelanjutan, selama dua pekan melakukan perjalanan ke 19 titik dari 24 titik situs geologi dan arkeologi yang akan ditetapkan sebagai warisan geologi oleh Kementerian ESDM. Lian Gogali, ketua tim mengatakan perjalanan ini merupakan bagian dari kegiatan penyusunan dokumen Rencana Induk (Renduk) yang merupakan salah satu tahapan menuju Geopark Poso.
Perjalanan dimulai pada tanggal 4 November 2024 dengan mengunjungi situs Conical Hill yakni bukit batu gamping kerucut di tengah sawah yang ada di wilayah Posunga, Kelurahan Pamona, Kecamatan Pamona Puselemba. Selanjutnya, situs Ketidakselarasan Petirodongi yang ada di tepi jalan penghubung antara Kelurahan Petirodongi dengan Kelurahan Tendeadongi. Situs ini menjadi salah satu bukti ilmiah bahwa dahulu wilayah ini adalah dasar samudera yang terangkat ke permukaan. Dari Petirodongi, tim kemudian melanjutkan perjalanan ke situs Batu Gamping Malihan Wawondoda di Kelurahan Sawidago, Pamona Utara. Lokasi yang berada diketinggian lebih dari 900 mdpl ini berupa dinding batuan raksasa yang secara geologi, juga menunjukkan bahwa lokadi ini dahulu adalah dasar lautan yang terangkat ke permukaan sekitar 0,3 hingga 65 juta tahun lalu.
Pada hari yang sama tim juga mengunjungi Gua Tangkaboba dan Gua Latea. Dua lokasi yang yang sudah populer sebagai destinasi wisata di wilayah Kelurahan Tentena dan Sangele ini tim memeriksa kembali jenis batuannya berupa batuan karst dan stalaktit yang ada di mulut gua. Lokasi ini oleh Badan Geologi disebut memiliki banyak makna. Dari sisi fungsi, ini merupakan kunci proses tektonik di Kabupaten Poso, selain itu sebagai bukti ilmiah dahulu air Danau Poso sampai ke wilayah itu.
Perjalanan ini bukan hanya sekedar memeriksa ulang data yang dikirimkan oleh Badan Geologi. Namun juga mengajak masyarakat sekitar lokasi untuk terlibat membicarakannya setelah tim selesai mengunjungi lokasi. Pada malam harinya, dilaksanakan diskusi terfokus bersama warga.
Diskusi hari pertama dilaksanakan di Baruga Kelurahan Pamona. Dalam diskusi yang diikuti perwakilan warga dari Petirodongi, Pamona, Sangele, Tentena dan Sawidago.
Meski lebih banyak memeriksa data geologi, namun sisi arkeologi, budaya dan keanekaragamam hayati yang ada di kawasan itu juga ditelisik untuk melihat bagaimana saling pengaruh antara kondisi geologis suatu wilayah dengan kondisi keanekaragaman hayati didalamnya. Demikian pula cerita rakyat yang mempengaruhi masyarakat disekitar. Semua kajian yang dilakukan nantinya akan memperkuat narasi setiap situs saat dikembangkan menjadi wilayah penelitian atau kepariwisataan.
Keterlibatan warga disekitar lokasi situs geologi menjadi salah satu aspek penting dalam konsep Geopark atau Taman Bumi yakni, mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar dengan berazaskan perlindungan keanekaragaman geologi, hayati dan budaya yang ada dikawasan itu.
Dalam diskusi bersama warga, terungkap ide-ide mengembangkan situs geologi itu untuk kegiatan ekonomi dan kepariwisataan. Dr. Maskuri Sutomo, tim ahli yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Tadulako mengatakan, pentingnya menyiapkan konsep pariwisata yang bisa membuat wisatawan yang datang kelokasi yang dikunjungi bisa tinggal lebih lama. Hal itu penting agar terjadi perputaran ekonomi.
“Untuk itu penting bagi kita untuk menyiapkan produk-produk ekonomi kreatif yang unik yang bisa ditawarkan kepada wisatawan yang datang”katanya. Selain produk kerajinan dan makanan, paket wisata yang menarik juga perlu disiapkan untuk menarik kunjungan.
Lokasi lain di Kecamatan Pamona Puselemba yang menjadi calon Warisan Geologi adalah Gua Pamona dan Air Terjun Saluopa. Oleh Badan Geologi, Air Terjun Saluopa disebut Travertin Saluopa. Ini menggambarkan lokasi itu secara geologi adalah bukti kunci proses pengendapan mineral kalsium karbonat secara kimia pada air tawar. Selain itu, di sisi pariwisata, kawasan ini menjadi salah satu daya tarik penting menarik wisatawan datang ke Kabupaten Poso.
Dalam diskusi dengan warga Desa Wera tempat dimana air terjun ini berada, sejumlah warga mengungkapkan masih minimnya kontribusinya terhadap perekonomian masyarakat setempat.
“Wisatawan sekarang hanya datang sebentar. Tidak sempat berbelanja disini. Ada bahkan yang datang sudah lengkap dengan makanan sendiri. Jadi kami sulit juga untuk berjualan”kata ibu Putri salah seorang warga yang tinggal disekitar lokasi air terjun Saluopa.
Sedangkan dalam diskusi bersama warga Desa Petiro dan Poleganyara di Kecamatan Pamona Timur, tim ekspedisi juga menemukan persoalan yang sama, yakni masih kurangnya sarana dan prasarana pendukung dilokasi serta belum banyak yang mengetahui objek-objek itu.
Di Desa Poleganyara terdapat situs Foliasi batuan metamorf. Lokasi ini juga adalah bukti sesar di wilayah Pamona Timur. Sedangkan di Taripa terdapat situs Zeolit Pompangeo yang juga merupakan sesar diwilayah ini. Adapun di Desa Matialemba terdapat situs Filit Pompangeo yang secara ilmiah menjelaskan proses metamorfisme pada batuan sedimen akibat proses pengangkatandan sesar.
Terhadap hal itu, Lian Gogali mengatakan, salah satu yang sedang disiapkan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah adalah papan informasi yang secara singkat menjelaskan objek di lokasi itu.
“Kita punya beberapa situs penting diwilayah ini. Tapi memang belum banyak dikenal? Diantaranya Telaga Toju yang punya cerita sejarah masyarakat disini. Sayangnya sekarang sudah hampir kering karena adanya perkebunan kelapa sawit”kata salah seorang tokoh masyarakat Petiro.
Meski secara umum situs-situs ini tidak begitu menarik bagi wisatawan umum. Namun sangat menarik jika dikembangkan sebagai kawasan wisata minat khusus. Terutama bagi para mahasiswa, peneliti hingga mereka yang senang mempelajari sejarah bumi. Bukan hanya di wilayah Pamona bersaudara. Bukti-bukti geologi yang menunjukkan proses terbentuknya wilayah Poso dan Sulawesi juga bisa dilihat dari Hipostratotipe di tebing Desa Tangkura, Kecamatan Poso Pesisir Selatan. Situs ini menunjukkan bukti genangan laut di Kabupaten Poso sekitar 2,5 juta tahun lalu.
Proses verifikasi kembali atas situs-situs geologi ini menemukan adanya beberapa temuan baru. Misalnya pada titik situs breksit, tim Ekspedisi Poso menemukan adanya situs Konglomerat yang menunjukkan, jutaan tahun lalu wilayah ini adalah dasar lautan.
Begitu juga di situs Hipostratotipe Tangkura. Tidak jauh dari lokasi ini, tim geologi menemukan adanya bukti sesar yang membentuk kawasan itu jutaan tahun lampau. Perjalanan Ekspedisi Poso Ketiga ini juga melakukan perjalanan untuk melihat batuan Sekis Hijau dan Sekis Biru serta Gneiss di Desa Kuku dan Panjoka, Kecamatan Pamona Utara. Gneiss adalah batu gamping yang berubah menjadi marmer dengan warna abu-abu kehitaman. Sedangkan Sekis hijau menurut Badan Geologi terbentuk pada suhu tekanan rendah. Bagi para peneliti, menemukan sekis hijau dan biru menjadi sangat penting untuk memahami proses terbentuknya sebuah wilayah yang berlangsung jutaan tahun lalu.
Proses verifikasi yang dilakukan oleh tim gabungan ahli di Ekspedisi Poso selanjutnya akan dikirimkan kembali ke Badan Geologi. Selanjutnya, akan di dilakukan FGD untuk penetapan Warisan Geologi. Kegiatan yang didukung oleh Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah ini dilaksanakan oleh Yayasan Dodoha Pakaroso Mosintuwu. Dokumen Warisan Geologi menjadi langkah awal untuk menuju Geopark Poso.**
Opini Anda