Agenda pekerjaan masih menunggu. Ada proses yang mesti dihargai sebagai bagian dari dinamika lobi untuk kerja-kerja swasta. Penulis berfikir, mungkin sangat tepat waktu luang ini digunakan untuk membalas silaturahmi kawan-kawan yang kini bergelut di Ampana, Kabupaten Tojo Unauna.
Minggu (19/1), kubungkus pakaian secukupnya untuk keperluan beberapa hari. Kali ini, perjalanan silaturahmi dilengkapi dengan sejumlah set alat pancing. Tojo Unauna dikenal dengan destinasi bahari. Ada kepulauan Togean yang menggiurkan untuk dijelajahi dengan terumbu karang yang sebahagian besar masih perawan. Fikiranku digelayuti beberapa video strike kawan-kawan pemancing di sana. Cukup menggoda untuk menjadikan paket silaturahmi sekaligus mancing.
Perjalanan jauh dengan mobil tanpa teman bagi sebahagian orang cukup membosankan. Namun aktivitas itu selalu saya nikmati karena begitu panjang waktu yang dapat digunakan lebih khusyu untuk berfikir banyak hal. Tentu dengan tidak mengurangi konsentrasi mengendara. Jarak Palu-Ampana kurang lebih sejauh 374 kilometer ditempuh dengan durasi 8 sampai 9 jam. Jalan poros yang menghubungkan Palu sebagai ibukota propinsi ke beberapa kabupaten di Sulteng, termasuk ke Ampana terbilang mulus. Secara nasional, penulis melihat gairah perbaikan insfrastruktur penghubung hingga ke daerah di Sulteng benar-benar menggeliat.
Di beberapa titik sepanjang jalan di wilayah kabupaten Tojo Unauna, berdiri poster Ilham S Lawidu. Anggota DPRD Touna dari fraksi Golkar itu digadang maju dalam kontestasi Pilkada tahun ini mendampingi incumbent, Mat Lahay. Dalam edisi sebelumnya, penulis menceritakan bagaimana intensitas pertemanan kami di saat-saat masih remaja. Namun setelah terpisah lama, selentingan kabar Ilham beberapa kali menduduki posisi strategis dalam kancah politik lokal Touna. Ini periode kedua ia dipercayakan menjadi wakil rakyat. Sejujurnya, perjalanan kali ini hendak melihat langsung bagaimana seorang Ilham dapat membaur begitu signifikan di hadapan publik dalam kancah politik Touna.
Ditemani Rahmat Hiola dan Iwa Azzarqowi, perjalanan silaturahmi berlanjut ke rumah jabatan DPRD Touna, tempat Ilham S Lawidu tinggal sementara. Dari depan rumah terlihat puluhan orang duduk bercengkerama di teras. Mayoritas dari mereka sudah berumur di atas 50-an. Kehadiran kami disambut Ilham dengan setelan sarung dan baju ala kadarnya. Raut wajah yang dikulum senyum ramah itu sangat kukenali. Raut itu pernah setiap hari menemani dalam rentan waktu yang lama, puluhan tahun silam. Secara fisik, hanya rambut yang mulai memutih terlihat. Ya..kami tak lagi seperti masa-masa ketika itu.
Setelah melayani tamu-tamu yang datang malam itu, Ilham meladeni kami di ruang tamu dengan sekarung buah durian. Sebagaimana lazimnya silaturahmi, bahan perbincangan lebih mengesampingkan diskusi yang berat-berat. Ya, malam yang dilepas dengan keakraban tanpa dibuat-buat. Waktu menunjukkan sekitar pukul 24.00 Wita, anehnya masih ada juga tamu kenalan Ilham yang mampir. Semuanya pun datang dengan melepas formalitas masing-masing lalu kemudian larut dalam diskusi-diskusi lepas.
Selain fisik, saya melihat sosok ilham seolah berada di tahun 90-an. Ia masih saja tetap sama seperti saat kami belum menjadi ‘apa-apa’. Ia seperti memang benar-benar memahami bahwa apapun yang melekat saat ini, secara substansi tetaplah bukan ‘apa-apa’ untuk membusungkan dada di hadapan sesama mahluk. Di tengah keakraban saya merenung, terlalu banyak tipuan dunia yang memalingkan bahkan merubah karakter manusia. Berapa banyak orang yang diberi kuasa lalu menjadi angkuh. Seolah mereka lupa bahwa semuanya fatamorgana. Berhalusinasi seolah ia memiliki padahal semuanya hanya titipan. Apalagi dalam politik, jabatan benar-benar temporer. Ilham menampilkan hal yang kurindukan ada pada mereka yang dititipkan kekuasaan.
Di akhir perjumpaan saya lebih banyak berdiam diri. Meresapi relung-relung sejarah masa silam dan ekspektasi yang besar pada Ilham. Ia sebentar lagi dihadapkan pada godaan yang levelnya lebih tinggi. Jika dalam Pilkada lalu memenangkan incumbent, posisi sebagai Wakil Bupati terbilang mentereng. Semoga karakternya akan tetap sama seperti Ilham yang pada seluruh kawannya kenal saat ini, sederhana dan tulus melayani. “Nanti ada waktu kita ketemu lagi ham,” ujarku singkat saat pamit di waktu yang mendekati subuh.
Iwa dan Rahmat, di tengah perjalanan pulang ke rumah langsung menyusun skenario spot mancing esok hari. Ya, silaturahmi yang include mancing.
Terima kasih Ilham. Teruslah melayani.
Opini Anda