MALUKU UTARA โ Di tengah hiruk-pikuk politik Maluku Utara, muncul sosok kepemimpinan yang meredefinisi makna ketangguhan: Sherly Tjoanda. Ia memimpin bukan dengan sorotan lampu yang menyilaukan, melainkan dengan ketenangan seorang ibu, dibarengi kecerdasan faktual yang tak terbantahkan dalam setiap kebijakan. Kontras antara kelembutan auranya dan ketegasan keputusan yang ia ambil telah menjadikannya simbol harapan baru di Negeri Rempah.
Dari Kesedihan Menjadi Konsistensi
Langkah Sherly Tjoanda ke panggung politik nasional bermula dari sebuah kehilangan. Ia memilih melanjutkan estafet perjuangan mendiang suaminya, menanggalkan peran sebagai ibu rumah tangga biasa untuk mengemban amanah publik. Transisi ini memberinya empati yang jarang dimiliki politisi karir; ia melihat masalah daerah bukan sebagai angka di atas kertas, tetapi sebagai realitas hidup yang harus diperbaiki.
Kelembutan Sherly terlihat dalam pendekatannya yang personal. Ketika ia turun ke lapanganโseringkali tanpa seremoniโia datang untuk “Belanja Masalah”, mendengarkan keluhan rakyat tentang anak yang putus sekolah atau kesulitan akses kesehatan. Kehadirannya meruntuhkan hierarki, membuat warga merasa suaranya didengar oleh pemimpin yang benar-benar peduli.
“Saya hanya seorang ibu rumah tangga. Jika bukan karena takdir, saya tidak akan di sini. Saya percaya, kekuatan terbesar seorang pemimpin adalah jika ia didorong oleh hati, bukan oleh ambisi.”
Faktual yang Tegas: Anti-Kompromi pada Kesejahteraan
Namun, kelembutan itu tidak berarti lemah. Begitu berhadapan dengan birokrasi yang berbelit atau kepentingan yang menggerus hak rakyat, ketegasan Sherly muncul secara faktual dan menohok.
- Memiskinkan Kemiskinan Struktural Lewat Pendidikan
Keputusan paling fundamental adalah mewujudkan janji Pendidikan dan Kesehatan Gratis. Ia dengan berani mengalokasikan anggaran untuk Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA), secara efektif menghapus seluruh pungutan uang komite bagi siswa SMA/SMK/SLB.
Keputusan Tegas: Alih-alih meratapi keterbatasan APBD, Sherly memaksa birokrasi mencari solusi. Ia menegaskan, “Tidak boleh ada lagi anak Maluku Utara yang putus sekolah hanya karena alasan biaya.” Ini adalah keputusan faktual yang mengarahkan anggaran daerah langsung ke kebutuhan dasar rakyat.
- Menolak Budaya ‘Penjilat’ dan Nepotisme
Di hadapan para pejabat, Sherly bersikap dingin terhadap pujian dan tegas terhadap kinerja. Ia secara terbuka menyatakan tidak membutuhkan pejabat ‘penjilat’ dan akan memberhentikan (non-job) siapa pun yang terbukti melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Gaya Faktual: Ia menginstruksikan agar ASN fokus pada output dan mission accomplished, bukan pada ceremonial atau ‘acara angin’. Bagi Sherly, data kinerja yang baik lebih bernilai daripada sanjungan.
- Melayani dengan Data dan Teknologi
Sherly juga seorang pemimpin modern yang memanfaatkan teknologi untuk efisiensi. Ia menyederhanakan birokrasi pengaduan publik dengan meminta warga melaporkan kerusakan infrastruktur atau kondisi rumah tak layak huni melalui formulir daring.
Dampak Tegas:
Metode ini memotong rantai birokrasi yang lamban, memastikan bantuan benar-benar terarah pada data yang akurat, dan membuat para pejabat di bawahnya bekerja cepat.
Simbol Harmoni
Kemenangan Sherly Tjoanda di Maluku Utara, sebagai Gubernur perempuan minoritas, telah menjadi salah satu cerita terkuat tentang harmoni dan kedewasaan politik. Ia membuktikan bahwa kemampuan memimpin dan melayani melampaui sekat identitas.
Sherly Tjoanda telah mendefinisikan ulang apa itu kekuatan. Ia menunjukkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada kekuasaan yang otoriter, melainkan pada ketenangan hati seorang ibu yang diiringi ketegasan faktual untuk menuntaskan janji dan mengembalikan hak-hak dasar rakyat. Ia adalah Kekuatan Tenang yang memimpin Maluku Utara menuju harapan baru.
Dirangkum dari berbagai sumber.

Opini Anda