π£π’π¦π’πππ‘π.ππ’π - Para kepala desa dan sejumlah pejabat dari Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, sangat terkesan setelah melihat langsung pengelolaan Desa Wisata Carangsari, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali.
Kesan itu muncul setelah mengikuti bimbingan teknis (bimtek) dan peninjauan lapangan pada hari kedua di desa itu, Desa Carangsari menjadi contoh sukses desa wisata dengan mengutamakan kearifan lokal dan partisipasi warga setempat.
Bimtek dan studi tiru pengembangan dan pengelolaan desa wisata berbasis masyarakat dan potensi lokal dilaksanakan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Bali, 27-30 Juli 2020.
Ada delapan kepala desa dari Morut yang ikut kegiatan itu yakni semua kades di Kecamatan Petasia masing-masing Kades Koya, Gililana, Tanauge, Ganda-ganda, Korololaki, Korololama dan Koromatantu. Satu kades lainnya adalah kades Ungkea, Kecamatan Petasia Timur.
Bupati Morut Delis Julkarson Hehi juga hadir bersama beberapa pejabat dari instansi terkait yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Destuber Matoori ST, M.Sc, dan Kadis Pariwisata Gatot Susilo Eko Budiyanto, S.Kom
Selain itu, ikut pula Kepala Bidang Penataan Kerjasama dan Penyelenggaraan Administrasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Morut Charles Natanael Toha, Kabag Umum Drs. Noven Manantuada dan Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Herry Pinontoan, S.STP
Pada peninjauan lapangan di Desa Carangsari, peserta mendapatkan penjelasan tentang keberhasilan Desa Carangsari menjadi desa wisata yang disampaikan oleh inisiator Desa Wisata Carangsari Ida Bagus Nama Rupa.
Dia menjelaskan, proses perjalanan Carangsari dari desa biasa menjadi desa wisata seperti sekarang ini melalui perjuangan yang cukup berat. Awalnya tidak semua masyarakat mendukung, bahkan menentangnya dengan berbagai alasan.
“Kami tidak mundur. Kami terus meyakinkan masyarakat bahwa desa wisata sangat cocok bagi Carangsari. Banyak potensi dan kearifan lokal yang mendukung pengembangan desa ini. Kita harus maju,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Morut Destuber Matoori mengatakan dari segi infrastruktur rencana besar Bupati Delis untuk mengembangkan pariwisata di Morut, tidak ada masalah terutama dengan fokus pengembangan di kawasan Teluk Tomori.
Menurutnya, pembiayaan pembangunan fisik yang terkait kepariwisataan harus segera dirancang dengan matang karena dengan terbukanya Morut sebagai daerah investasi otomatis akan menambah pendapatan daerah dari sektor pariwisata asalkan ditata dan dikelola dengan baik.
Hal yang sama juga diakui Kadis Pariwisata Morut Gatot Susilo Eko Budiyanto. Dia juga berterima kasih kepada bupati yang memberi perhatian serius terhadap pengembangan dan pengelolaan kepariwisataan.
Gatot menambahkan, apa yang dipelajari dan dilihat di Carangsari dan obyek wisata lainnya di Bali bisa menjadi contoh dan model untuk mengembangkan pariwisata di Morut.
“Kami datang di sini bersama beberapa kepala desa dan instansi teknis lainnya untuk belajar dan mencontoh hal-hal positif untuk pengembangan kepariwisataan di daerah kita,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Korololaki Yongki Lapasila merasa bersyukur bisa mengikuti bimtek dan melihat langsung desa wisata yang sangat berkembang yakni desa Carangsari di Bali.
Ia juga terkesan bagaimana masyarakat mendukung program penataan desa sehingga menjadi desa wisata yang sangat terkenal yang ujung-ujungnya meningkatkan pendapatan masyarakat itu sendiri.
“Sebagai desa yang berada di kawasan Teluk Tomori, maka Desa Korololaki sangat layak ditata dan dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Kami sudah mulai dengan memoles Puncak Harmoni yang terletak di kilo tiga,” jelasnya.
Menurut Yongki, posisi Puncak Harmoni sangat indah karena berada di kawasan hutan dan pemandangannya langsung ke Teluk Tomori,” tambah salah satu kades peserta Bintek di Bali.
Selain mendapatkan penjelasan dari beberapa spot yang dikunjungi di Desa Carangsari, peserta juga diberi kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan pelaku wisata setempat seperti pelaku UMKM, tokoh adat, dan lainnya.
Kunjungan lapangan atau studi tiru itu diawali dari kunjungan ke pabrik coklat (Chocoolate Factory Junglegold), lalu ke tempat kelahiran pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai, selanjutnya melihat tempat suci, dan wisata alam healing and spiritual tourism. ππππ

Opini Anda