POSOLINE.com- Di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah sedang digelar event Festival Danau Poso ke 21 sampai tanggal 31 Agustus 2019. Kegiatan yang masuk dalam 100 event pariwisata unggulan Kementerian Pariwisata RI tersebut berupaya mempromosikan potensi wisata alam, seni budaya serta keberadaan 1.450 patung megalit. Bagi pemerintah daerah, kegiatan itu menjadi sarana memperbaiki citra daerah Kabupaten Poso sebagai daerah yang layak dan sangat aman untuk dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri.
Selain mempromosikan potensi wisata alam dan seni budaya setempat, Bupati Poso Darmin Agustinus Sigilipu mengakui penyelenggaraan festival itu menjadi salah satu indikator penting untuk meyakinkan wisatawan dalam dan luar negeri untuk kembali mengunjungi wilayah itu tanpa diliputi kekuatiran akan faktor gangguan keamanan. Sejarah kekerasan dan aksi terorisme di masa lalu menyebabkan daerah itu harus berjuang keras untuk mengkampanyekan capaian keamanan dan kedamaian di Poso.
“Dalam beberapa tahun belakangan festival ini juga dijadikan salah satu indikator untuk menyakinkan wisatawan baik domestik maupun mancanegara bahwa kami daerah Tana Poso merupakan daerah yang sangat aman dan pantas untuk dikunjungi. Berbeda dengan opini yang selama ini beredar di luar bahwa Tana Poso itu tidak aman.” Tegas Darmin (26/8/2019) saat memberikan sambutan dalam kegiatan yang dipusatkan di tepian danau ketiga terluas di Indonesia itu.
Selain potensi wisata alam seperti Danau Poso dan air terjun Saluopa, Darmin mengatakan Poso memiliki 1.450 objek batu besar peninggalan masa prasejarah (megalit) yang berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diduga berusia jauh lebih tua dari Candi Borobudur maupun Piramida di Mesir.
“Ada kurang lebih 1.450 patung-patung megalitikum (zaman batu besar) yang ada di dataran tampo (tanah/lembah) Lore. Menurut penelitian Steven Muller dari Swedia, patung-patung ini lebih tua dari candi Borobudur. Candi Borobudur usianya kurang lebih 750 tahun Masehi, juga lebih tua dari Piramida yang ada di Mesir yang diperkirakan 1.500 tahun sebelum masehi dan untuk patung-patung megalit yang ada di dataran tampo Lore diperkirakan usianya diatas 1.500 tahun sebelum masehi”ungkap Darmin Sigilipu.
Ratna Suranti Sekretaris Percepatan Pengembangan Wisata Bahari, Kementerian Pariwisata RI mengatakan Festival Danau Poso ke 21 itu adalah salah satu dari 100 events pariwisata unggulan yang dimasukkan dalam Calender of Events Wonderful 2019 oleh Kementerian Pariwisata untuk menyukseskan target capaian 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara dan 275 juta wisatawan nusantara di tahun 2019. Ia berharap warga masyarakat kabupaten Poso bersama pemerintah setempat terus menjaga kelestarian alam serta seni budaya di daerah itu.
“dan terus menjaga berusaha untuk menjaga kelestarian Lore Lindu, kelestarian danau Poso, kelestarian seni budaya yang ada di sini untuk ditampilkan di dalam sebuah festival sehingga Kementerian Pariwisata akan mempromosikan bukan hanya di tingkat nasional tapi juga di tingkat internasional”harap Ratna yang hadir untuk membuka secara resmi pelaksanaan Festival Danau Poso.
Dikatakannya Festival Danau Poso perlu terus dipromosikan untuk memperkenalkan potensi wisata alam, seni budaya dan situs megalit kepada wisatawan dalam dan luar negeri.
Debi Toripalu, seorang pemandu wisata asal kota Tentena, kabupaten Poso berpendapat untuk meningkatkan kunjungan wisatawan di wilayah itu perlu dilakukan dengan membuka lebih banyak daya tarik wisata baru serta memperbanyak aktraksi kegiatan seni budaya untuk membuat wisatawan bisa tinggal lebih lama. Di kota wisata Tentena misalnya, wisatawan umumnya hanya membutuhkan waktu satu hingga dua hari untuk mengunjungi obyek wisata danau Poso dan air terjun Saluopa.
“Karena kalau disini kan, satu hari mereka (wisatawan) jalan, habis. Mereka aktifitas yang mereka mau bikin apa lagi, mereka tidak tahu, jadi yah kebanyakan yah sudah, lanjut ke Ampana (Kabupaten Tojo Unauna)”.
Kawasan Situs Megalit di lembah Bada di Kabupaten Poso menurut Debi sangat berpotensi untuk menarik kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri, namun penting untuk membuat perjalanan ke wilayah itu dapat dilakukan dengan cepat dan biaya yang murah untuk mengakomodir turis backpaker. Backpaker adalah istilah umum yang diberikan bagi wisatawan yang bepergian menggunakan Back Pack, tas yang digendong di punggung atau ransel. Backpaker umumnya didominasi oleh kaum muda dengan mobilitas yang tinggi, bepergian dari satu daerah ke daerah lainnya menggunakan bus umum dan lebih memilih menginap di hotel atau penginapan sederhana tanpa menggunakan jasa travel Agent.
“Misalnya ke Bada Valley, lembah Bada, cuma apa ya, boleh dibilang promosinya juga masih kurang kemudian untuk ke sana itu, terus terang masih agak mahal, karena kita di sini rata-rata tamunya itu kelasnya backpaker, untuk travel ada tapi tidak terlalu mendominasi, yang mendominasi itu kebanyakan backpaker”ungkap Debi. Ia menambahkan umumnya wisatawan yang datang ke Poso berasal dari Eropa. Mereka sebelumnya berwisata ke Tanah Toraja, kemudian ke Poso, lalu melanjutkan perjalanan menuju Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Unauna.
Kegiatan Festival Danau Poso yang digelar bersamaan dengan Festival Budaya Daerah itu diantaranya menampilkan kegiatan perlombaan musik tradisional karambangan, musik bambu, serta pegelaran seni pertunjukan rakyat unggulan.
Sumber : VOA
Opini Anda