POSOLINE.COM- Beberapa warga Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso merasa keberatan pasca sita eksekusi lahan perkebunan oleh Pengadilan Negeri (PN) Poso.
Sita Eksekusi yang dilakukan oleh PN Poso pada tanggal 30 Maret 2021, berdasarkan putusan perkara no.34 / Pdt.G/ 2019/ PN.Pso di Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.
Sebut salah satu warga Jefri Sulelino, merasa aneh dalam Sita Eksekusi oleh PN Poso, dirinya menuntut sebagai pemilik tanah bahwa pelaksanaan sita eksekusi ternyata melibatkan pihak ketiga yang tidak ada namanya termuat didalam perkara Aquo itu.
Menurutnya, ada 13 KK warga yang tidak pernah digugat oleh Yayasan Pendidikan Sintuwu Maroso dipaksa harus tunduk dan menerima saja putusan perkara orang lain.
Sebut Jefri, Marlin Melapa yang terpaksa harus tunduk menerima putusan tersebut
“Saya tidak pernah dipanggil secara sah oleh pengadilan Poso untuk bersidang. Tapi kok tiba-tiba lahan kebun saya mau dieksekusi. Bahkan surat pemberitahuan eksekusi dari Pengadilan tidak ada. Lantas kenapa lahan kebun saya yang harus dieksekusi,” sebut Jefri mengutip pernyataan Marlis Melapa.
Sama hal yang dikatakan Pdt. AS. Tinuru, hanya mendapat kabar dari anaknya, yang kebetulan sedang berada diluar kota.
“Saya ini sedang berada diluar kota, tiba-tiba anak saya di Poso menelpon, bilang ; papa torang pe kebun sudah digusur dengan tanaman kelapa, coklat samua dirusak pakai eksavator,” sebutnya, meniru perkataan Pdt. AS Tinuru.
Jefri juga menjelaskan, sengketa lahan antara warga pemilik lahan dengan. Unsimar, dimulai sejak tahun 2015, kemudian pada tahun 2016 terjadi perkara lahan antara warga di Pengadilan Poso dengan Obyek perkara 24.341 m2.
Perkara ini tercantum dalam register Nomor : 24/ Pdt.G/ 2016/ PN.Pso, sedang proses berjalan Unsimar masuk sebagai penggugat Intervensi. Anehnya adalah salah satu petitum penggugat intervensi yang memasukan obyek tanah seluas 119.594 m2 ke dalam pokok perkara.
Dirinya menilai, berawal dari situ menjadi rancu obyek perkara. Karena sederhananya obyek pokok perkara konvensi hanya seluas 2 Hektar. “Kok bisa Unsimar meminta 11 Hektar ?, berarti ada sekitar 9 Hektar yang tidak pernah diuji baik pemilik atau obyeknya didalam perkara Aquo,” katanya kesal.
Dirinya juga menegaskan, putusan Pengadilan Negeri Poso mengabulkan Tanah seluas 11 Hektar menjadi milik Unsimar, itu sangat keliru. ” Ini jelas putusan yang sangat keliru dan sudah cacat secara hukum, bagaimana bisa gugatan tanah 2 Hektar, putusannya jadi 11 Hektar,” tegasnya.
Kemudian tambahnya, atas putusan no.24/ Pdt.G/2016/ PN.Pso ini dijadikan dasar gugatan oleh Unsimar untuk menggugat eksekusi di tahun 2019 dengan no. 34 /Pdt.G/ 2019/ PN.Pso
“Nah…., di gugatan yang baru ini lebih parah lagi, karena petitum dari Unsimar menyebutkan bahwa pemilik lahan seluas 11 Hektar adalah hanya 5 orang yang berhak kepemilikan,” sebutnya.
Padahal menurutnya, fakta hukumnya ada sekitar 13 KK Warga di areal seluas 9 Hektar dari 11 Hektar yang diklaim Unsimar yang tidak pernah digugat atau diikut sertakan sama sekali oleh Unsimar kedalam Pokok Perkara Aquo.
Bahkan saat pembacaan surat penetapan sita eksekusi oleh Panitera, tidak terdapat atau termuat nama ke 13 warga di areal lokasi 9 Hektar dibacakan sebagai pihak – pihak yang terhukum (condemnatoir).
“Tapi kenapa Unsimar tetap ngotot untuk memohon kepada Pengadilan Poso agar mengeksekusi lahan warga yang tidak ada namanya didalam putusan. ini adalah bentuk pelanggaran undang – undang namanya,” ungkapnya.
Untuk itu putusan PN Poso, dirinya bersama warga yang merasa dirugikan sebagai korban perampasan hak akan menempuh jalur litigasi maupun non litigasi. Untuk itu, bagi pihak yang terlibat, kami akan melapor ke Pusat untuk minta keadilan atas dugaan perampasan tanah. Tim
Opini Anda