Di jantung Sulawesi Tengah, terbentang permata biru yang sunyi namun memesona: Danau Poso. Di tepian danau tektonik inilah, di kota sejuk Tentena, sebuah perayaan budaya dan harapan telah menari seiring waktu, bernama Festival Danau Poso (FDP). Kisahnya bukan sekadar festival wisata, melainkan cermin ketahanan masyarakat yang berjuang mengembalikan senyum di tanah leluhur.
Permulaan: Balon Harapan di Tahun 1989
Festival Danau Poso pertama kali lahir pada 22–28 November 1989. Ia bukan sekadar acara kalender, melainkan sebuah manifestasi niat tulus para tokoh daerah untuk mengangkat potensi Poso ke panggung nasional.


Bayangkan, di tahun itu, balon gas bertuliskan “Festival Danau Poso 1989” dilepaskan ke udara, diiringi irama lembut tarian tradisional Pepoinaya. Poso kala itu adalah potret sempurna kebersamaan, tempat semua suku dan agama menyatu dalam semangat perjumpaan. Pembukaan yang dihadiri Dirjen Pariwisata saat itu, Joop Ave, menegaskan status FDP sebagai major event yang diperhitungkan.
Masa Vakumn (1998-2006) dan Kebangkitan Sang Pelipur Lara, Namun, cerita indah itu sempat terhenti.
Memasuki akhir dekade 90-an hingga awal 2000-an, awan kelabu konflik horizontal dan krisis ekonomi menyelimuti Poso. Selama hampir delapan tahun, dari 1998 hingga 2006, Danau Poso terpaksa membungkam tarian dan nyanyian perayaan. FDP hilang dari kalender, bukan karena tak diminati, tetapi karena kondisi yang memaksa.
Kebangkitan terjadi pada tahun 2007 dengan digelarnya FDP X. Festival ini bukan lagi murni tentang pariwisata, melainkan menjadi simbol yang jauh lebih dalam: simbol perdamaian dan rekonsiliasi. Pemerintah dan masyarakat ingin meyakinkan dunia bahwa Poso telah pulih. Setiap lomba, tarian, dan pameran yang digelar adalah pesan keras: Poso aman, Poso kembali menyambut.
Festival Danau Poso mulai tahun 2007 hingga seterusnya membawa semangat “Sintuwu Maroso” (Bersatu Kita Kuat). Tema-tema yang diusung pun mencerminkan harapan itu, seperti FDP XIII tahun 2010 yang mengusung tema “Perdamaian dan Kemanusiaan”.
Era Modern: Menari di Panggung Nusantara
Dalam dekade terakhir, Festival Danau Poso terus berinovasi dan mendapatkan pengakuan nasional. Sejak beberapa tahun berturut-turut (termasuk 2024 dan 2025), FDP telah resmi menjadi bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ini adalah pengakuan bahwa FDP adalah aset budaya penting bagi Indonesia.
Pada tahun 2024, FDP mengangkat tema “The Spirit of Molimbu”. Molimbu adalah kearifan lokal masyarakat Poso yang berarti tradisi berkumpul dan makan bersama, baik dalam suka maupun duka. Lewat tradisi ini, FDP merayakan nilai-nilai mombe patowe (saling menyayangi), mombe patuwu (saling menghidupkan), dan mombe tubunaka (saling menghormati). Festival ini kembali ke akarnya, memperkuat persatuan lewat meja makan.
Puncaknya (untuk saat ini), FDP di tahun 2025 dijadwalkan akan dihelat pada 10–12 Oktober dengan tema “Rhythm of Diversity in Matia Ndano”—”Irama Keberagaman di Air Kehidupan”. Tema ini merangkum seluruh perjalanan FDP: dari keheningan konflik menuju harmoni budaya, menjadikan Danau Poso bukan hanya sebagai objek wisata, tetapi sebagai sumur kehidupan yang mengalirkan keberagaman dan persatuan.
Sejak balon harapan dilepaskan di tahun 1989, Festival Danau Poso telah tumbuh menjadi lebih dari sekadar perayaan. Ia adalah janji abadi, bahwa di atas air danau yang tenang, semangat persatuan dan keindahan budaya Poso akan terus menari. **
Simson Towengke
Sumber: Mosintuwu.com
Foto : Kominfo sandi Poso

Opini Anda